Bagaimana manusia memandang orang lain?
Menjadi sesuatu yng “biasa” itu kadang, atau sering membuat kita menyalahkan diri sendiri, sehingga kita justru menjadi tidak produktif dalam aktivitas keseharian kita. Kita menjadi merasa tidak berharga, tersingkir dan terlecehkan. Sering kita, atau saya kemudian menjadi orang yang malas dengan banyak tidur, merenung atau menjadi agresif dengan menyerang orang lain.
Kadang pula, kita merasa menjadi manusia paling baik sedunia. Kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan kita akan kita tutup. Hal tersebut wajar sebagai konsep psikologi melindungi ego diri. Bahkan, tidak ada manusia yang tidak melakukannya, walauoun dalam taraf yang paling rendah.
Seorang teman waktu SMA pernah menceritakan pandangan seseorang terhadap orang lain secara umum. Dia berkata, “Seseorang itu ibarat selembar kertas putih.yang dilihat dalam kertas itu adalah banyaknya coretan atau tulisan. Sehingga orang akan menafikan ke-ada-an warna dasar yang menjadi latar kertas tersebut. Nah, itulah yang dilihat manusia kepada manusia lainnya. Kertas putih adalah kebaikan, sedangkan tulisan adalah kesalahan dan kekurangan. Padahal, kalau mau dihitung, bisa jadi proporsi warna putih lebih besar dari tulisan.”
gambaran itu membuat kita sering menilai rendah orang lain dan menilai tinggi diri sendiri.
Kia-kira, bener gak ya?