Perubahan

Oktober 11, 2008

Apa yang terjadi, seandainya Anda mengalami kesalahan logika berpikir?

Apa kemudian Anda akan diam saja, memaklumi bahwa hanya sebatas itulah kemampuan Anda memahami sesuatu?

Yang berarti bahwa logika berpikir Anda yang salah itu tidak akan pernah terbenahi sampai kapanpun? Padahal Saudara, hidup itu berkembang, tidak ada yang stagnan, sama setiap waktu. Semua akan berubah, baik secara evolusioner atau secara revolusioner. Yang tegas, semua itu adalah pasti (perubahan)

Mengingat kondisi itu, salah satu konsep berpikir yang harus kita ubah adalah logika yang menyatakan bahwa semua ini tidak ada yang berubah. Itu  harus dihilangkan!!!

Dalam studi Darwinisme sosial, manusia bisa survive bukan karena ia spesies yang paling kuat di muka bumi sehingga bisa tetap eksis selama jutaan tahun ini, tetapi karena sifat adaptable, kemampuan beradaptasi. Yang berarti bahwa siap menyesuaikan diri dengan perubahan sosial yang ada.

Selamat berproses…

Iklan

Pembunuhan K*r*kt*r

Oktober 10, 2008

Haaahhhh………..
“Pembunuhan karakter”.
Yah, kata
ini begitu sangar terdengar karena persepsi kita tentang pembunuhan secara otomatis akan melambung ke arah penghilangan nyawa. Dan memang tidak jauh berbeda, pembunuhan karekter-pun juga berarti menghilangkan “nyawa” karakter seseorang. Hal ini seringkali terlihat kejam dan yang lebih menyakitkan, jika pembunuh karaker itu adalah rekan kita sendiri.
Tentang pembunuhan karkter ini, ada dua hal yang terjadi. Pertama, menyebarkan aib dari korban pembunuhan karakter. Kedua, pengucilan kepada korban, sehingga korban akan merasa sendirian dan tanpa teman.
Banyak faktor yang melatarbelakangi agenda “kejam” ini. Mungkin marah, mungkin tidak se-idealisme, mungkin saingan politik yang harus dimusnahkan, kepentingan pribadi maupun kelompok dan lain sebagainya.
Kasihan korban itu. Entah bagaimana ia menata hari didepannya, kalau ternyata pengorbanannya selama ini telah dihanguskan dalam waktu sekejap.


menangiskah?


diam?


atau bergerak dengan “underground”?



Realitas yang Terpinggirkan

September 11, 2008
Apa yang harus aku buktikan?
Atau apa yang harus kita semua buktikan?
Bukankah kita semua bukan yang terbaik dari makhluk-makhlukNya??
Lalu, mengapa semua terjadi tanpa adanya konfirmasi?
Apa karena ketidakpahaman bahwa komunikasi adalah penting?
Aku tidak akan bertanya tentang siapa salah siapa benar. Hanya berharap semua akan lebih baik.

Waktu berlalu, dan sejarah terukir oleh subjek-subjek yang siap menerima resiko dalam pergolakan sejarah itu. Dalam realitas, terdapat asumsi yang memungkinkan subjektifitas mengangkahi semua hal di luar sistem berpikir tersebut. Sedangkan fakta -atau lebih kerennya disebut “data”- yang sebenarnya akan menentukan ketepatan seorang individu maupun organisasi berproses dengan jalan terbaik dan ter-aman dari sistem luar yang menggerogoti.

Dalam logika sosiologi, kemampuan individu atau institusi memahami kondisi sosialnya akan menentukan seberapa tepat individu atau institusi tersebut melakukan tindakan penanggapan kondisi sosial itu. Secara umum, kita banyak mendengar kata “ansos” yang kepanjangannya adalah analisis sosial. Nah, inilah instrumen dasar dalam tindakan respons kepada suatu kejadian sosial yang sedang berkembang. Ansos harus tidak sekedar dipahami secara tekstual, namun secara kontekstual dimana realitas berupa asumsi -juga dapat dipahami sebagai prediksi- dan data/fakta akan bergabung, mengalami sinergisitas dan melahirkan sebuah keputusan objektif, tidak lagi subjektif.

Kondisinya, semua itu aku anggap tidak pernah dipahami aleh mereka, atau kita. Yang menguasai kemudian hanyalah asumsi, prediksi yang lebih condong kepada perspektif negatif yang bahkan berkembang menjadi dogma-dogma yang menjalar, menyebar, mempengaruhi alam berpikir bawah sadar manusia-manusia yang memang sama-sama tidak paham apa itu analisis sosial. Dengan mudah, kekurangan data akan ditebas dengan argumen bahwa semua hal yang berhubungan dengan masyarakat hanya dapat diselesaikan oleh para pemegang kekuasaan, yang secara subjektif memberikan judge-judge tak berdasar -ataupun kalau berdasar, dasarnya tidak kuat- karena keterbatasan data. Data yang seharusnya berupa data primer -langsung dari lapangan- tergantikan oleh data sekunder -semisal media- apapun bentuknya. Parahnya, data sekunder yang kebenarannya masih dipertanyakan tersebut lebih dipercayai sebagai fakta nyata daripada data primer yang mungkin memang tidak pernah sama sekali dimiliki oleh para decission maker.

Akhirnya, rekomendasi dari ketidaktepatan logika berpikir ini adalah dengan merekonstruksi pemikiran semua kalangan yang berhubungan dengan pihak pembuat keputusan, sehingga pada masa-masa selanjutnya sejarah yang terukir dari subjek-subjek sejarah tersebut menggema sebagai sejarah gemilang, bukan sejarah kelam yang kita malu untuk mengakuinya. Belum terlambat, insya Allah, hanya kecepatan penangkapan realitas dan perkembangan zaman-lah yang mungkin memperbaiki konstruk berpikir terbalik seperti yang selama ini terjadi.

Kita bukan malaikat

Kita hanya manusia
Tempat salah dan lupa
Tapi, apakah dengan itu kita kan bersembunyi?
dari bayang-0bayang kesalahan?
Manusia terbaik adalah yang segera menyadari kesalahannya
Lalu berusaha memperbaikinya
Dan, hati…hati… kita harus terpautkan untuk bersama
dalam cinta dan semangat
untuk kebaikan dan kemaslahatan umat
(Ivan, 6 september 2008)

Mohon maaf banyak salah, aku mengakuinya. Aku cuma manusia, yang tak akan pernah lepas dari itu semua.
APAKAH KALIAN AKAN MENGAKUI KALAU KALIAN JUGA PUNYA SALAH?????????????