Bukan karena aku tidak paham dengan masalah itu, tetapi dengan menuli dan membuta, dirku merasa lebih nyaman. Tidak dapat aku pungkiri, bahwa gejolak yang selama ini bergelora dalam dada, adalah percikan dara-darah mudaku, yang terlalu menggebu dalam desingan peluru kehidupan.
Tak dapat aku bayangkan, ataupun aku ingkari bahkan sejenak, bahwa semua yang aku lakukan pun tak akan pernah dipahat dalam nisan kehidupan selama-lamanya. Sekedar menghias hari, pada waktu di mana aku secara tak sengaja menerpa sang angin dan sampai pada kondisi ini.
Apakah kau juga rasakan itu? Beribu tanya aku pendam, dan hanya satu saja yang tersurat dalam kata. Malang, atau aku hanya merasa ingin dikasihani, sampai untuk berdiri tegak saja aku memerlukan bantuan, setidaknya dari tongkat yang saat ini mulai lapuk oleh waktu.
Selama-lamanya, hanya kegetiran menyambangiku. Atau aku hanya butuh belaian kasih sayang dari yang tak pernah memberiku sayang? Tuhan pasti tahu, aku terpasung dalm ego, lalu perlahan sekarat oleh kehendak egoku itu. Tak ada yang perlu disalahkan, hanya aku yang harus memulai semuanya, itupun jika aku mampu memulai. Sedangkan ragaku, lebih parah jiwaku, menari dalam keterlimbungan visi hidup. Yah, semua hanya selalu berputar-putar saja. Tak pernah ada kejelasan.
Merintih dan mengiba selalu menghasilkan luka baru. Tetapi berjuang dan belajar berdiri setelah terjatuh membuatku makin renta. Renta fisik, renta akal dan renta jiwa. Menyatu dalam kegelapan malam yang akhir-akhir ini seolah lebih akrab dengan batinku. Dia bisa menjerit, menangis, atau sekedar menertawakan aku dalam pekatnya malam gulita.
Apa hanya sampai di sini perjuanganku? TIDAK. Aku tak mau hidup hanya dengan ini, dan mati tanpa menggoreskan sejarah nan gemilang. Apa aku begitu sombong Kawan? Apa aku terlalu naif untuk menyadari, bahwa aku mungkin tak setegar batu karang dihempas ombak lautan?
Sekedar kau tahu, semua mimpi-mimpi itu mulai tercerai, atau mungkin dia sedang bermetamorfosa bagai puzzle dalam kepingan-kepingan hidupku. Semua seolah tak nyata. Tapi dengan setegar cinta, kau lantangkan bahwa kau mau berusaha menerimaku. Apa bukan hal yang hebat? Aku yang bukan apa-apa dengamu yang selalu memberi untuk semua.
Kita akan belajar bersama, belajar menipu kehidupan, atau sekedar memberi perlawanan, agar hidup kita tak sekedar hidup yang sia-sia belaka.